Korosi pada prinsipnya terjadi karena adanya variasi atau ketidakseragaman dalam materi yang berada dalam lingkungan korosif. Ini merupakan mekanisme utama terjadinya korosi yaitu adanya suatu sistem dimana elektron dilepaskan dari bagina yang mudah larut mengalir ke bagian yang susah larut, atau bagian-bagian yang mengalami oksidasi dan reduksi. Dalam suatu reaksi kimia biasa antara logam dam pelarut asam, harus ada bagian yang tidak larut untuk menampung elektron-elektron yang dilepaskan dari tempat sebelahnya seperti ditunjukkan pada gambar di bawah antara logam seng dan larutan HCl (korosi hidrogen). Reaksi ini bisa dirinci menurut reaksi pelpasan ion Zn2+ dan elektron atau reaksi oksidasi (anodik),
Zn → Zn2+ + 2e
Reaksi pembentukan molekul H2 dari reduksi H+ (katodik),
2H+ + 2e → H2
Dan ion Zn2+ yang terjadi bereaksi dengan Cl- menjadi ZnCl2,
Zn2+ + 2Cl- → ZnCl2
Dan secara total, reaksi tersebut:
Zn + HCl → ZnCl2 + H2 ↑
Reaksi antara logam dan larutan (netral atau alkali) yang mengandung oksigen juga dapat diterangkan menurut perincian reaksi-reaksi oksidasi-reduksi atau anodis-katodis.
Peristiwa pertama di atas yang disebut juga korosi asam dapat dijelaskan lebih lanjut dimana kejadiannya disebabkan oleh adanya perbedaa materi dalam ukuran mikro, misalnya perbedaan phasa (lihat gbr di baawah), antara 2 phasa yang bersifat anodik bergantung dengan phasa yang bersifat katodik.
Ketidakseragaman materi dalam ukuran mikro selain berbeda dalam phasa juga terdapatnya endapan (misalnya karbida), inklusi dan sebagainya.
Perbedaan materi secara makro dalam hall tingkat relativitas terhadap lingkungannya, misalnya antara 2 jenis logam yang berbeda menimbulkan posisi logam mana yang lebih reaktif atau lebih anodik, logam mana yang lebih mulia atau lebih katodik. Kedudukan tingkat kemuliaan dari berbagai jenis logam tersusun dalam urutan yang menjadi suatu deret yaitu deret galvanis, pada lingkungan dan kondisi tertentu.
Bila ada 2 logam yang berbeda dan kontak satu sama lain, berada dalam lingkungan korosif, maka logam yang lebih atas atau lebih anodik diantara kedua logam itu dalam posisi deret galvanis, maka logam tersebut menjadi terkorosi dan bersifat pelindung terhadap logam lainnya yang lebih katodik. Makin jauh posisi antara 2 logam dalam deret tersebut makin besar potensi korosinya.
Selain perbedaan materi atau jenis logam dan konsentrasi, faktor perbedaan atau adanya tegangan yang dialami suatu logam, bisa menimbulkan daerah-daerah anodik dan katodik. Batas nutir misalnya mudah teretsa atau mudah terkorosi (anodik) karena ada tegangan antara atom yang mempunyai susunan dan kedudukan atom-atom yang tidak sempurna. Daerah ini menjadi lebih reaktif dibanding dengan butir kristal karena ikatan-ikatan atom yang tidak lengkap dan tidak seimbang, atau mempunyai tingkat energi yang lebih tinggi, lihat gambar di bawah:
Hal yang sama dari efek tegangan dalam ini terhadap korosi terjadi pada logam-logam yang telah mengalami proses olah dingin (cold worked). Proses ini meninggalkan tegangan dalam karena peregangan (deformasi).
Referensi:
K, Wahyudin. 2000. Handout Teknik Korosi (jilid 1). Bandung: JPTM FPTK UPI.
vlack, van.1985. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta: Penerbit Eelangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar